Saturday, April 7, 2012

Uban Pertama

Happy Birthday Adelina! 22...
WOW! Kira-kira berapa persen dari jatah umurku ya? Pertanyaan ironis: Apa yang sudah aku lakukan seumur hidupku? Jika 1/3 dari hidupku aku habiskan untuk tidur, berarti sudah 7 tahun lebih aku tertidur à pernyataan yang tragis. Hahaha,, Yah, seperti manusia pada umumnya, aku menginginkan hal-hal seperti muda foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk surga (Tidak munafik kan?). Pertanyaannya, apa mungkin? Setidaknya aku berusaha mewujudkannya. Dimulai dari patuh terhadap orang tua (ridha orang tua, ridhanya Tuhan, betul?). Aku termasuk dalam kategori “anak patuh” bukan? Kalian yang mengenalku pasti akan menjawab “iya” --Eh, Tidak? Benarkah? Ya, mungkin aku sedikit keras kepala, keras hati, egois, dan “ngeyel”. Tetapi aku berusaha mewujudkan apa yang orang tuaku pinta kok! Mereka menginginkan aku juara kelas (aku pernah mendapat ranking 1 di SMP dan SMA, beberapa kali malah) dan mereka menginginkanku untuk lulus kuliah tepat waktu (aku lulus kuliah S1 empat tahun kurang 1 minggu, tepat waktu kan?) dan hal-hal lain seperti tidak hamil di luar nikah dan lain sebagainya. Orang tuaku sudah cukup membuatku bisa berfoya-foya di kala aku muda, seperti membelikanku komputer pentium 1 di usiaku 5 tahun (lengkap dengan permainan orang purba yang mengumpulkan poin dengan berburu dan meramu daging dinosaurus, “best game forever for me”), pesta barbeque di akhir bulan, dan memenuhi segala kebutuhan primer, sebagian kebutuhan sekunder, dan beberapa kebutuhan tersier. Kini aku sedang memikirkan agar tua-ku menjadi kaya raya dan tetap berusaha agar kelak setelah mati, aku bisa masuk surga. Hohoho,,
Ah, jangan anggap serius kata-kataku di atas yang sombong, kemaki, kemlithak, kementhus (banyumasan –red) itu ya? Untuk menghibur diri saja.

Di usiaku yang menginjak 22 tahun ini, aku sedang berlatih menjamah kehidupan yang mandiri, jauh dari orang tua. (Aceh-Cilacap jauh kan?). Sudah 4 bulan kurang 5 hari aku berada di tanah rencong ini. Sudah menjadi guru, sudah bisa tidur tanpa bantal guling di dalam rumah kayu beratap seng, bisa hidup tanpa bioskop dan ice cream, sudah pernah merasakan makan karena lapar (bukan karena suka/doyan), sudah merasakan hidup tanpa listrik dan sinyal beberapa kali, sudah pernah mandi di sungai dan banyak pengalaman menantang lain. Seperti pepatah, jika ingin merasakan kebahagiaan yang sempurna, kau harus pernah merasakan penderitaan puncak. Kebahagiaan dan penderitaan selalu bersisian, kau harus memilih dan mengorbankan salah satu. Sebagian darimu mungkin lebih memilih untuk hidup di kota dengan sejuta kerlip lampu di malam hari, namun disini aku bisa melihat milyaran bintang di langit yang tak bisa kau lihat dari kotamu. Atau disana kau bisa mendengar suara musik mendentum, disini aku bisa mendengar ribuan burung bernyanyi yang kau kira mungkin telah punah. Walaupun tekanan dari berbagai sisi tidak bisa dikatakan ringan, aku lebih memilih jalan yang indah, bukan jalan yang mudah. 



Oh ya, baru sore tadi aku menemukan sehelai uban di antara rambutku. Wah, rasanya seperti ditampar kesadaran bahwa aku sudah bukan anak kecil lagi. Sudah seharusnya mulai menata pondasi kehidupan dewasa. Mungkin pengalaman yang meletakanku pada titik terbawah kehidupanku ini bisa membuatku lebih menghargai dan mensyukuri kenikmatan-kenikmatan sederhana sebagai kenikmatan yang luar biasa. Juga dengan kembali merangkak dari bawah aku bisa merasakan setiap gradasi pencapaian yang aku raih. 



Di usia 22 tahun, aku menargetkan kematangan jiwa sebagai manusia dewasa, pekerjaan yang aku sukai dan sesuai dengan hati nurani, memperkaya diri (kaya itu relatif –kata seorang teman) dan satu hal yang ingin aku lakukan : mentraktir keluargaku makan di restoran. Haha,, Aamiin..

:: Ternyata aku memang anak muda yang sombong  (22 tahun itu masih muda Sob!) ^_^