Wednesday, December 21, 2016
Diinan Umur Delapan Bulan
Kalau nggak ada yang liat, Diinan suka saya biarkan mainan di lantai. Merangkak sana sini, panjat kipas angin, masuk lemari. Saya percaya Diinan punya kehati-hatiannya sendiri. Tentunya masih dalam pengawasan. Kalopun jatuh, selama tidak membahayakan, masih saya anggap wajar. He,,
Terus berkembang sayang, doa dan cinta selalu dari ibu 😘
Saturday, November 26, 2016
Piala
Akhir-akhir ini ayahnya Diinan mengikuti banyak kompetisi. Baik yang diadakan di kantornya maupun yang di luaran. Entah piala, juara, hadiah, atau hanya kepuasannya saja yang dia cari. Salah satu kompetisinya: bola. Saya tahu dia suka bola, gila bola. Tetapi ternyata pandangan saya masih jauh dari yang saya pikir. Dia jauh lebih dari sekedar gila bola.
Saya pikir yang paling penting baginya adalah pekerjaannya. Jika yang lain bisa skip kerja karena anak/istri sakit atau lahiran, dia tidak bisa. Tapi ternyata ada juga yang bisa membuatnya skip kerjaan. Ikut kompetisi bola.
Sekarang ini, sedang berlangsung piala AFF sejak tanggal 19 November lalu. (sekarang 26 Nov -red). Bisa ditebak, selama jangka waktu itu, berapa kali dia menelepon? Iya. Tidak satupun.
Untuk kamu yang bukan penikmat bola. Semoga Tuhan selalu memberkatimu.
Thursday, November 17, 2016
Diinan Umur Tujuh Bulan
Diinan umur tujuh bulan, telat tiga hari saya menuliskannya. Karena sibuk jalan-jalan dari kota kembali ke desa. Menyenangkan walaupun lelah luar biasa.
Diinan tujuh bulan umurnya, masih tipis rambut di kepala. Lalu ada bekas luka dibawah mata sebab loncat menabrak meja. Diinan makin aktif tak bisa ditinggal walau sekejap mata kalau tak mau dia menghilang tak terduga.
Diinan, ibu tak bisa menjadi sempurna tapi kan selalu berdoa dan berusaha agar kamu tumbuh sehat dan bahagia.
Friday, October 14, 2016
Diinan Umur Enam Bulan
Diinan umur enam bulan beratnya 7,4 kg. Saya sudah terjun langsung dengan mpasinya. Karena situasi yang tidak terkendali dan sebagai ibu saya sudah tidak tahan dengan semua hujatan ini, Diinan mpasi dini. Seharusnya dia baru mulai menu tunggal, dia sudah mulai mpasi 4 bintang. Yasudah, ampuni hamba ya Alloh..
Diinan sudah bisa menengok kalau dipanggil namanya, sudah suka nonton iklan di TV, dan tengkurap dengan posisi tangan lurus menyangga tubuhnya. Rambutnya? Masih a la kadarnya. Tapi yang paling menggembirakan Diinan sudah jarang sekali menangis dan sudah dekat dengan keluarga ayahnya.
Keluarga kami? Masih begini-begini saja. Ayah masih pulang sebulan atau dua bulan sekali. Yah..standar keluarga bahagiaku sepertinya harus diturunkan. Karena keluarga si ayah banyak yang LDR, jadi mungkin ini adalah hal yang biasa saja. Sudahlah, terima nasib.
Harapannya Diinan bisa menjadi lelaki sehat, sholeh, cerdas, rajin dan mementingkan kebahagiaan akhiratnya melebihi dunia dan seisinya. Aamiin.
NB: Ibu sayang Diinan
Friday, October 7, 2016
Depresi
Di berbagai media massa sedang marak pemberitaan ibu yang membunuh anaknya karena depresi. Lalu tiba-tiba seliweran postingan mengenai post partum syndrome (PPS) di Facebook. Sayapun sebagai wanita baru tahu soal PPS ini belakangan. Apalagi bagi kaum pria? Mereka ngerti? Mungkin seribu satu. Lha, suami saya sendiri pernah saya bagikan link mengenai PPS dia males baca. Padahal, peran kaum pria terutama sebagai suami sangatlah besar terhadap stabilitas psikologis wanitanya.
Kembali kepada si ibu yang "jahat" itu. Setelah saya merasakan menjadi ibu, saya mungkin bisa sedikit merasakan "kemarahan" yang kadang bergejolak. Entah karena anak rewel, nggak doyan makan, berat badan kurang, sakit-sakitan, belum tumbuh rambut, digigit nyamuk dan masih banyak lagi. Boleh percaya boleh tidak, menjadi ibu adalah siap menjadi pesakitan/terdakwa/tersangka yang selalu disalahkan atas segala sesuatu yang terjadi pada anak. Perkara kuku anak yang sedikit panjang bisa muncul stigma "ibunya pemalas". Baju anak ada bekas getah pisang, ibu dicap "ibu yang jorok". Dan masih banyak lagi.
Lalu bagaimana solusinya jika memang sudah "kodrat"nya demikian? Saya rasa, seberapa bagus komunikasi dengan orang terdekat bisa menjadi salah satu solusi selain tawakal kepada yang kuasa tentunya. Misal, orang terdekatnya adalah suami. Bagaimana posisi suami bagi sang istri atau sebaliknya. Apakah suami hanya sekedar mesim ATM. Sekalinya di rumah, ia akan sibuk dengan gadgetnya? Atau sejenak bermain dengan anak a la kadarnya lalu ketika anak tidur ia kembali ke laptop? Apakah istri hanya perlu makan, tidur dan shopping yang cukup? Apakah istri tidak perlu diposisikan sebagai teman tersayang lagi?
Oh, saya tidak meng-generalisir. Ada suami yang peka, yang mau belajar memperbaiki diri. Ada juga istri yang kuat dan masih berpijak di bumi tulus ikhlas hanya mengharap balasan dari Tuhannya. Dan tentunya saya selalu berharap semoga semakin banyak keluarga harmonis, sakinah mawaddah dan rahmah sehingga tidak ada lagi anak tak berdosa menjadi korbannya.
NB: Tentu tulisan ini tak bisa mentah-mentah menjadi solusi. Hanya sebagai bentuk keprihatinan. Ibu-ibu di manapun berada, yang kuat yaa.. Kita kudu bakoh. Ini tak akan selamanya. Ingatlah senyum manis anak-anak kita.
Sunday, October 2, 2016
Diinan Road to Jogja
Untuk yang pertama kalinya Diinan pergi ke Jogja. Untuk yang pertama kalinya pula Diinan naik kereta. Kamis siang jam 11.00 kami naik kereta Joglokerto dari Kroya. Pesan tiket KROYA-YOGYAKARTA. Kami turun di stasiun Lempuyangan. Dan itu SALAH. Kalau mau turun di Lempuyangan, maka beli tiketnya jurusan Lempuyangan. Kalau jurusan Yogyakarta, seharusnya turun di stasiun Tugu. Maafkan, baru pertama kali. Saya juga baru tahu ini ketika akan beli tiket pulang.
Joglokerto kereta ekonomi rasa bisnis. Cukup nyamanlah untuk perjalanan 2,5 jam dengan harga tiket 60K. Diinan tidur di separuh perjalanannya. Sisanya, tertawa gembira. Sampai Lempuyangan, kami naik taksi. Gak ada blue bird lho ya, di Jogja. Dari Lempuyangan - Condong Catur taksi tanpa argo dibandrol 70K. Dan itu kemahalan. Lagi-lagi, saya tahu kalau kemahalan sewaktu pulang. Naik taksi yang berargo gak nyampe 50K.
Ngapain di Jogja? Baru nge-Mall. Itupun yang dekat Condong Catur. Hartono Mall. Mall yang masih sepi. Belum ngetrip a la adventures gitu. Targetnya, masih sebatas belajar naik kereta. Lain kali, gembira loka, Jogja bay, malioboro, mangunan, gunung kidul dan segala pesonanya, taman pelangi, taman sari dan taman lainnya, lain kali. Semoga ada rejeki.
Joglokerto dari Lempuyangan (bukan Yogyakarta) depart jam 7 pagi. Wah, bakal buru-buru nih. Cari kereta yang siangan lah. Akhirnya naik KA Pasundan. Ternyata, tetoottt... Keretanya jauh dari ekspektasi Joglokerto. Tempat duduk 3-2, lutut ketemu lutut, barang bawaan banyak (tempat tas di atas penuh), lebih lama (lebih dari 3 jam perjalanan) dan lebih mahal (84K). Sempat khawatir Diinan bakal rewel, tapi ternyataaa.. Diinan anteng, seanteng naik Joglokerto. Ugh, legaaaa...cium-cium Diinan.
Ok, kereta ekonomi dinyatakan LULUS. Mission: ACCOMPLISHED
Tips:
1. Untuk ibu-ibu penumpang kereta ekonomi, punya bayi, nunggu di peron panas dan lama, bisa masuk ruang menyusui. Adem.
2. Lebih nyaman beli tiket online. Sehingga sampai di stasiun tinggal print tiket. Sebab, untuk stasiun seramai Lempuyangan, nggak tahan deh..bawa bayi ngantri.
3. Dalam kereta api ekonomi (pengalaman saya di KA Pasundan) terdapat tempat duduk no 1A, 1B, 2A dan 2B yang dikosongkan di setiap gerbong. Tempat duduk tersebut bisa ditukarkan khusus bagi IBU HAMIL, PEMBAWA BAYI, LANSIA dan PENYANDANG CACAT yang membutuhkan kenyamanan ekstra. Jadi, tidak perlu berjubel dengan penumpang lain.
Diinan suka ngeliatin orang lain makan sambil mulutnya keclap-keclap 😅😂
Saturday, September 17, 2016
Diinan Umur Lima Bulan
Diinan umur lima bulan beratnya 7,2 kg. Lebih rendah 0,2 kg dari target saya. Mungkin karena saya sempat opname tiga hari gara-gara tipus.
Diinan di bulan kelima digundul lagi. Tantrumnya sudah berkurang drastis, walaupun masih sulit akrab (mau digendong) dengan orang yang dia anggap asing.
Di usia Diinan yang kelima saya menyadari satu hal. Lebih mudah menutup kuping sendiri daripada menutup mulut orang lain. Susah memaksakan tindakan orang lain agar sesuai dengan keinginan kita. Lebih mudah berlapang dada dan tidak mengandalkan orang lain.
Diinan sudah dicoba makan pisang (tapi alkhamdulillah sepertinya dia belum doyan). Sudah juga mencicipi jeruk, jambu jamaika, semangka dan melon. Yasudahlah.. Capek untuk menjadi terlalu idealis. Berlapang dada saja. Satu hal, dia gak doyan susu formula (yes! Alkhamdulillah).
Ayah Diinan masih pulang 1-2 bulan sekali. Legowo saja. Nggak perlu memaksa. Paling kalo ada yang tanya, "Ayahnya pulang seminggu sekali?" Saya jawab seperlunya lalu menyingkir ke toko tas cari yang harganya di atas 2 juta.
Badan lebih sering sakit karena Diinan makin aktif. Berguling, menendang, "nggrawel" dan terakhir bibir berdarah karena kejedot dia. Tak apa, asal Diinan tetap sehat, santun dan sholeh.
Ibu sayang Diinan
NB: postingan telat tiga hari sebab sedang sibuk sekali
Sunday, August 14, 2016
Diinan Umur Empat Bulan
Diinan umur empat bulan, sudah bisa tengkurap dan kembali membalik badan. Kami kerap tidur sambil berpelukan atau sekedar menggandeng tangan. Kini dia sudah hapal mana ibunya sehingga tak suka bersama orang yang asing baginya.
Diinan umur empat bulan, secara pribadi saya ingin berterima kasih padanya. Karenanya saya bisa merasakan menjadi manusia yang benar-benar dibutuhkan dan dicintai apa adanya. Betapa menjadi segalanya bagi seseorang ternyata begitu membahagiakan. Bukan sekedar teman atau sahabat yang butuh saat ada PR atau sedang ujian.
Tawa yang apa adanya. Sekedar membalas senyum tanpa sebab, tanpa mengapa. Mungkin sebentar lagi dia akan lebih dekat dengan ayahnya. Terpesona dengan mobil, playstation atau bola. Tak mengapa, memang sudah kodratnya. Asal dia bahagia.
Saya sebagai orang tua masih terus berbuat salah. Kamupun tumbuh dalam gelimang masalah. Semoga dengan seperti ini tak menjadikanmu anak yang lemah.
Suatu saat nanti, Nak.. Kamu akan mendewasa dengan begitu santunnya. Aamiin.
Wednesday, August 3, 2016
Cerita Lahiran
Taraaaa..
Fin.
Friday, July 15, 2016
Selamat 27 Suamiku
Thursday, July 14, 2016
Diinan Umur Tiga Bulan
Perjalanan Diinan menuju bulan ketiga tidak disaksikan ayahnya. Ditinggal sibuk bekerja untuk pengembangan terminal tiga bandara Soekarno Hatta. Diinan semakin besar saja, tak kuat jika menggendongnya terlalu lama.
Diinan umur tiga bulan mulai belajar memiringkan badan. Digendongpun maunya hadap depan. Sempat sakit di waktu lebaran tapi sembuh tak lama kemudian.
Diinan, ibumu ini mungkin bukan orang tua terbaik di dunia. Belum bisa memenuhi semua yang menjadi kewajibannya. Namun percayalah jika kita bicara cinta, mencintaimu akulah juaranya.
Semoga doa terbaik selalu mengalir untukmu dan Tuhan senantiasa ridha padamu.
Monday, June 13, 2016
Diinan Umur Dua Bulan
Diinan di bulan kedua sedikit lebih manja. Lebih susah untuk ditinggal walau sebentar saja. Ledakan tangisnya semakin keras membahana. Karena ia cucu pertama dan mungkin menjadi anak kami satu-satunya, semua cinta tertuju padanya. Kurasa tak mengapa, selama itu masih baik baginya.
Diinan di bulan kedua sudah pintar memasukan jari ke dalam mulutnya. Pandai mengoceh soal apa saja. Mungkin sedang bercerita atau bertanya di mana ayahnya. Ia mulai bisa memiringkan tubuhnya, sudah lihai mengangkat dan memutar lehernya. Melihat apa dan siapa di sekelilingnya.
Diinan di bulan kedua bertambah besar badannya. Bajunya mulai berganti ukuran dan warna. Menghindari warna yang membuat semakin terlihat gelap kulitnya. Celanapun dicari yang pas melingkari perutnya serta kaus yang muat melewati kepala.
Diinan di bulan kedua makin membuat kami bahagia. Segala doa tetap dipanjatkan untuknya. Agar dia bahagia sejahtera dan menjadi insan yang berguna. Semoga Diinan dikaruniai keluhuran budi dan tutur kata serta pencapaian terbaik dari harapan orang-orang yang mencintainya.
Saturday, May 21, 2016
Idealisme vs Realisme
Mahasiswa konon disebut sebagai makhluk dengan tingkat idealisme teratas. Entah apa yang diperbuat oleh lingkungan bernama Universitas, di mana masyarakatnya tampak seperti tak pernah puas. Dikelilingi oleh diskusi sana sini hingga berujung orasi yang dikudang sebagai sebuah solusi. Bagaimana dengan realisasi?
Keluar kampus orang tak lagi bergelut dengan rumus. Bekerja apa saja, guru menjadi bankir, akuntan memilih menyingkir. Jadi tukang parkir mungkin pilihan terakhir. Tak sedikit orang yang langsung memilih menikah, ada yang mengharap hubungan sah, ada juga tuntutan mertua akan resepsi yang wah.
Sayapun sama, menikah lalu beranak tak seberapa lama. Bekerja? Ya, ala kadarnya saja. Lalu idealisme yang dikukuhkan dengan toga bertabrakan dengan hiruk pikuknya rumah tangga. Sebab yang namanya keluarga bukan hanya hidup berdua lalu tiga. Kakek nenek bahkan tetangga tak dielakan ikut komentar juga.
Seperti akhir-akhir ini. Setengah mati saya berjuang untuk ASI. Pengalaman mereka seolah-olah menjadi bukti bahwa merekalah yang paling benar dalam mengurus bayi. Berbagai merk dan metode pemberian susu sapi dilontarkan sana sini. Bahkan terdengar opini soal pisang dan sesuap nasi. Saya? Di sini saya berdiri sendiri bersikap seolah-olah semuanya basa basi. Mereka menganggap saya tak tahu diri, tak kasihan dengan si bayi. Biarlah, tak ussh dimasukan dalam hati.
Lihat? Apa gunanya kita beredukasi tinggi? Biasa melakukan penyuluhan sana sini, beretorika penuh teori. Tapi apa yang terjadi? Bapak, ibu, mertua, tetangga bahkan suami, tak bisa diajak diskusi. Kok begini saya disuruh pergi, menitipkan si bayi dengan susu sapi. Apa gunanya uang yang saya cari? Kalo akhirnya menjerumuskan anak sendiri.
Saya tidak akan mengalah karena saya tahu saya tidak salah.
-- Ananda, kita bisa melalui ini berdua karena kita kuat dan keras kepala. Mungkin karena kita lahir di rasi bintang yang sama. Biarlah kita sendiri, semoga kelak mereka akan mengerti.
Wednesday, May 18, 2016
Semua Akan (P)Indah pada Waktunya
Akhir-akhir ini semua seperti terburu-buru. Terburu rindu yang menggebu hingga hari berganti bukan lagi soal waktu. Apa kabar perindu? Kulihat kau gelisah, kurus kering dan tampak marah. Adakah yang membuatmu gundah, mengganggumu hingga kau terlihat pasrah. Kau tak lagi bersemangat menghitung tetes hujan yang jatuh ke tanah. Apakah kau sudah menyerah? Keadaan memang sedang tak mudah. Yang kau rindu tak lagi menganggapmu segalanya sebab ia sudah punya yang pertama. Bagaimanapun kau harus tetap bahagia. Seperti saat kau duduk di lantai perpustakaan tua atau ketika makan malam berdua dengan lilin yang menyala. Perindu, terlelaplah dalam dekapan hangat dan kecupan yang selembut jus alpukat. Walau semua itu tak nyata, sekali lagi kau harus tetap bahagia. Karena semua akan (p)indah pada waktunya.
Saturday, May 14, 2016
Diinan Umur Sebulan
Diinan umur sebulan, ia sedang senang-senangnya tidur dalam pelukan. Syukurlah batuk pileknya sudah tak lagi berkepanjangan. Berat badannya pun bertambah nol koma sembilan.
Diinan umur sebulan, anak kesayangan ujung segala impian. Ia adalah alasan semua pengorbanan. Materi, tenaga, waktu, dan segenap doa kami berikan. Agar ia tumbuh dalam sebaik-baik keadaan.
Diinan umur sebulan, semoga Tuhan senantiasa mencurahkan kebahagiaan, segala kebaikan dan mengistiqomahkan ibadahnya agar selalu tulus dalam penghambaan.
-- Diinan, jagalah selalu kehormatanmu di hadapan Tuhan.
Tuesday, April 26, 2016
Bye Jingga
Aku mengenalnya sudah cukup lama. Belum bertemu memang, namun aku terlanjur sayang. Bernama Jingga. Sebab dia elok sewarna senja. Ia hangat dan juga tampak bijaksana.
Ia yang memelukku saat aku menangis meringkuk menahan sakit, ia juga yang ikut berbahagia hingga berurai air mata saat aku tertawa. Ialah sosok paling nyata ketika semua orang tak menampakan kehadirannya.
Aku mencintainya di sepanjang urat nadi dan di setiap hela nafas. Aku selalu menyebut namanya tanpa hitungan yang tak terbatas.
Lalu orang yang kupercaya membunuhnya begitu saja hanya karena tak tahan dengan celoteh mereka. Padahal dia tahu, pada Jingga semua doaku ada. Tak sebatas arti nama ataupun makna kata-kata. Selamat tinggal, anakku sayang..anakku malang.
-- Dua minggu berlalu dan aku masih merindukannya.
Tuesday, April 12, 2016
Tahun Pertama
Suamiku,
Mencintaimu itu tak tahu kapan awal dan di mana akhir, yang pasti mencintaimu belumlah berakhir. Setahun lamanya kita telah terikat takdir, yang menyatukan kita bagai pusaran kincir. Memang tak selalu tertawa, layaknya pagi yang kadang berduka. Bahkan saat menangis, aku mengingatnya seperti senja yang manis.
Mencintaimu itu tak sulit walau tak jarang terasa menghimpit. Di mana jarak, waktu dan kesibukan yang kait melilit sering membuat hati bak tergigit. Namun apalah guna langit jika tak ada ruang untuk tawa dan sakit. Sebab di dalamnya-lah bahagia kita terjahit.
Mencintaimu itu juga tentang maaf, yang jarang terucap di saat aku khilaf. Walau aku selalu membenarkan egoku, tak sekalipun maksud untuk meyalahi hatimu.
NB: Maaf, jika kamu tak sebahagia aku. Maaf, jika seandainya akulah yang meninggalkanmu lebih dulu. Maaf, jika aku tak bisa selalu menghiburmu. Sebab akan datang hari di mana aku mempertaruhkan hidupku dan aku tak tahu apakah itu penyebab matiku. Ketahuilah, aku menyayangimu selalu dan mendoakan kebahagiaanmu. Bila ada tahun-tahun yang baru, aku ingin tetap berkali-kali mencintaimu.
Kecup dariku, istrimu
Monday, February 29, 2016
Aku Akan Mati
Seharusnya postingan berikutnya tentang suka dukanya hamil di trimester kedua atau ketiga ya? Tapi skip aja deh! Toh, namanya orang hamil ya, begitu-begitu aja. Aku ingin cerita kepadamu yang belum terlahir di dunia.
Aku ingin cerita tentang kematian yang sering datang di mimpiku. Yah, aku tak tahu. Mungkin saja kan? Walaupun begitu, setidaknya aku percaya kita pernah bersama walaupun kau belumlah ada. Dan kau pun harus percaya bahwa kita tetap bersama walaupun aku mungkin telah tiada.
Kau mungkin tidak ingat saat kita pergi ke tempat di mana hanya kita yang tahu. Kau yang selalu menemaniku bekerja, untuk memenuhi celengan kecil kita. Kau yang sepertinya sangat gembira saat melihat tumpukan bantal di atas kasur lalu kita bergelung bersama. Oh iya, isi celengan kita memang belum banyak. Belum lama aku membelikanmu kereta dorong. Barangkali aku tak bisa menggendongmu, mungkin seseorang bisa menggantikanku.
Ada atau tidaknya aku, kuharap kau tetap bahagia. Seperti bahagianya kau saat makan sayur jantung pisang dan buah jambu monyet kala itu. Kau juga harus bisa membahagiakan orang lain sebab kita tidak akan bisa bahagia kalau hanya kita sendiri yang berbahagia.
Ini rahasia kita berdua, aku sangat bahagia bahwa kita pernah bersama.
29 Pebruari 2016