Hai, apa kabar? Jika kau membaca
surat ini berarti kau masih hidup. Semoga hidupmu diberkahi Tuhan dengan
kesehatan. Dulu kau sering mengeluh maag dan migraine sebab makan dan tidurmu
kurang teratur. Mungkin saat ini kau sudah bisa menenangkan pikiran dan mengelola
emosi dengan lebih baik. Katanya, waktu mengajarkan perubahan. Kuharap badanmu
tak sekurus dulu. Aku selalu prihatin ketika memandang cermin melihat deretan
tulang yang menonjol di pangkal leher dan dada.
Oh ya, bahagiakah dirimu? Sibuk
apa sekarang? Siapa suamimu? Berapa anakmu? Saat kutulis surat ini, hal-hal
itulah yang memenuhi benakku. Kau pasti menganggapku bodoh setengah mati. Kau
ingat, saat aku patah hati berulang kali dan
menangis menjadi-jadi? Kau pasti akan menasehatiku dengan bawel bahwa
aku ini perempuan yang teramat rewel. Sebelum kau mengomeliku, kiranya aku akan
mendahuluimu.
Serahkanlah segala sesuatu
kepada Tuhan, jika usahamu tidak lagi bisa kau paksakan maka sudah saatnya kau
memasrahkan. Kau bisa memulainya dengan membaca Al-Quran. Ingatkah kau dengan
ayat sakti yang aku baca dengan tidak sengaja ketika sakit hati? fabiayyi alaa 'iraabikumaa tukadzdzibaann? Kau pasti lebih tahu tentang hal
itu. Tentang syukur dan sabar. Kuharap kau bukan sosok emak-emak yang
berpikiran repot dan merepotkan. Eh, kau bukan perawan tua yang judes, bawel,
dan menyebalkan kan? Kalau iya, berubahlah. Kudoakan kau masuk surga dan punya
suami tampan di sana. Oh iya, tentang hal itu. Kau ingat, sudah berapa kali dulu
kau jatuh cinta? Secara pribadi aku meminta maaf yang sebesar-besarnya karena
kelakuanku dulu memberimu lara yang tragis bahkan lebih banyak dari cinta
bahagia.
Kau punya anak? Berapa? Cantik
dan tampankah? Pasti mereka segalanya. Tentang anakmu, ada yang ingin aku
pintakan: bekali mereka dengan ilmu agama yang baik, bebaskan mereka melakukan
apa yang mereka suka sejauh mereka mampu menjadi yang terbaik dalam hal itu,
dan jangan persulit mereka ketika mereka mulai menemukan belahan hatinya juga restui
mereka selama ikatan mereka dalam kaidah norma yang baik. Aku tahu, kau
mempunyai pemikiran sendiri, kaupun orang yang selalu merasa benar sendiri. Kau
bisa menilai tetapi jangan sekali-kali memaksa tanpa alasan yang cukup bagus.
Oh, kau pasti bisa membedakan alasan logis dan sangat pintar membuat serta
berargumen tentangnya.
Sudah ya, kapan-kapan kita
berbincang lagi. Aku selalu mendukung dan mendoakanmu. Kau tak pernah sendiri.