Thursday, October 30, 2014

UUN = Ujung-Ujungnya Nikah

“Kenapa sih ya, sekarang ini obrolanku sering banget tentang nikah? UUN. Ujung-ujungnya nikah. Apa kamu juga iya?”
 – Dwi, 25 tahun, Guru Matematika

Dan saya-pun akhirnya meng-iya-kan pertanyaannya setelah “kena batu”nya sendiri. Saya yang sebelumnya sudah cukup lama menjalani hubungan yang (katanya) serius namun akhirnya putus, terjatuh pada lubang yang sama. Saya jatuh pada hubungan abu-abu yang TIDAK BISA saya putihkan maupun saya hitamkan (dengan segera). Iya, saya tidak tegas, pengecut dan bodoh setengah mati. Saya kembali bertaruh dengan waktu, bahkan setelah saya merasakan sendiri betapa magisnya kekuatan waktu. Saya kembali tertampar oleh teguran Tuhan bahwa DIALAH YANG MENENTUKAN! 

Saya kembali teringat akan tulisan alay seorang Adelina di masa silam. Boleh dicek di adelataulina.blogspot.in/2011/10/making-plans-and-targets.html. Kemudian, (mungkin) atas jalan-Nya pula belum lama ini saya kembali mengaktifkan handphone butut saya yang lama. Ada note  beralarm pada aplikasi kalender yang isinya:




Saya membayangkan jika seandainya pesan tersebut tidak saya buka di hari itu, esok pada tanggal 1 November tepat tengah malam akan ada alarm berbunyi yang mengingatkan saya tentang target menikah yang saya buat entah sedari kapan. Jika anda tidak percaya ada orang yang bisa menertawakan kebodohannya hingga terpingkal-pingkal lalu menangis sejadi-jadinya segera setelah ia tertawa, mulai saat ini, percayalah. Saya sudah melakukannya.

Lalu apa yang harus saya lakukan?

Tuhan,
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Oh, saya harus beriman, berbuat baik, mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran.


NB: saya tidak akan selamanya murung. Saya hanya sedang memulihkan perasaan dari perasaan tertolak dan gagal. Saya jelas tidak akan membiarkan diri saya berantakan, apalagi di usia saya yang bisa dibilang "wagu" untuk bersedih secara lebay. Saya hanya butuh waktu. Katakanlah, saya sedang merasa patah hati untuk kesekian kali. Dan kepadamu, juga siapapun, saya akan lebih berhati-hati.

Backsound: Berhenti Berharap -- So7