Thursday, January 31, 2013

Drama Keluarga

Suatu hari, saya main ke rumah seorang kenalan yang sudah menjadi ibu dari anak usia 4 tahun. Sedang asyik ngobrol, si anak rewel karena kepengin main air. Si ibu bilang, “ini ada ibu guru lho! Gak boleh nakal.” Sambil memegang pundak saya. Saya hanya bisa nyengir.

Banyak anggapan kalau anak sudah dipegang oleh yang namanya “guru” dia akan menjadi baik dalam segala hal. Memang benar, ada perbedaan yang jauh antara anak yang “makan bangku sekolah” dengan yang tidak. Dari sopan santun, tata bahasa, intelegensi, kemampuan sosial yang “beradab” dan lain-lain. Tapi apa iya, peran guru sedemikian sentral di kehidupan anak. Kalau ada anak “nakal”, maka dengan mudahnya berikan saja ke “guru” kemudian dia akan menjadi “tidak nakal” berdasarkan standar yang dimiliki orang tua. “Ini ada ibu guru lho, gak boleh nakal!” Lha, dari tadi juga udah ada emaknya.

Jika orang tua tidak sanggup mengarahkan anaknya, bagaimana mungkin orang lain bisa.  Menurut saya, jika memang orang tua perlu bantuan, (bantuan lho ya! Bukan menyerahkan sepenuhnya), maka ayo, bareng-bareng mengarahkan si anak.

----

Pengalaman, pernah mengamati seorang anak yang sangat berprestasi juga berperilaku baik di sekolah, tetapi  hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di rumah. Kebetulan dia seorang anak yang kehidupannya hanya berpusar di rumah dan di sekolah. Tak punya teman bermain dirumah kecuali mungkin hewan peliharaannya. Seorang anak yang di usia (13-14 tahu n) biasanyasenang berkumpul dengan teman-temannya, benci pelajaran, bahkan suka bolos. Ajaibnya, dia suka mengerjakan PR, belajar bab selanjutnya yang belum diajarkan guru. Alhasil, kegiatannya cuma sekolah, pulang lalu makan, tidur siang, ngerjakan PR, nonton TV, belajar, tidur malam, sekolah lagi dst. Tempatnya bersosialisasi cuma ayah dan bundanya. Ayah seorang wiraswasta, bundanya ibu rumah tangga. Dilihat dari kuantitas bersama keluarga, aku melihat tidak kurang sama sekali. Semua kebutuhan materi yang primer, sekunder bahkan tersier terpenuhi dengan baik bahkan cenderung dimanja. Hanya saja, kedua orang tuanya terkesan menganggap diri mereka eksklusif. Menuntut semua anggota keluarga berprestasi di atas rata-rata dan bersikap sangat terhormat juga cenderung menganggap remeh (atau lebih tepatnya tidak peduli) terhadap lingkungan sosial selain keluarga.



Hasilnya, sikap dia di rumah: “berani” terhadap siapapun yang ada di rumah itu, merasa superior, sulit berbagi dengan anggota keluarga yang lain, sulit untuk menyayangi, cenderung meremehkan orang lain (tidak merasa membutuhkan orang lain). Parahnya, ketika dia beserta kedua orang tuanya keluar dari lingkungan rumah, orang tua jarang memberikan compliment (pujian) terhadap apa yang sudah dia capai dihadapan orang lain. Kedua orang tuanya selalu mengungkapkan sisi negatif si anak di hadapan orang lain sebagai bahan lelucon. Akibatnya, si anak menjadi introvert, (mungkin) ada dendam untuk membalas, sulit bersikap menyenangkan (mungkin karena tidak tahu bagaimana cara menyenangkan orang lain), berselera humor yang sangat buruk (membuat lelucon atas dasar kekurangan orang lain), dan yang terasa paling menyedihkan tidak mempunyai teman dekat yang memang ingin berteman dengannya, bukan karena ingin mengambil untung darinya (mencontek PR misalnya).

Orang tua, betapa pentingnya kalian bagi anak., dan ketahuilah tugas anak itu bukan hanya sekolah atau mengaji. Hak anak bukan hanya uang, makan, dan pakaian.

*semua hal di atas murni subyektif. Parahnya saya bukan seorang ahli dalam hal mendidik. Maaf, jika terkesan sok tau dan menggurui. ^_^ Saya masih sangat membutuhkan masukan karena bisa saja semua yang saya katakan itu salah

Berputar Kembali

Di desktop komputer adikku terpampang gambar perahu kertas akibat tergila-gilanya dia sama perahu kertasnya mbak @deelestari itu. Bukan tentang gambarnya, tapi tentang tulisan di dalamnya. “Berputar menjadi sesuatu yang bukan kita demi menjadi diri kita lagi”. Aku sedikit banyak tahu, mungkin agak sok tahu, kenapa gambar itu terpampang di sana. Adikku seorang mahasiswi angkatan 2012 jurusan S1 Akuntansi Universitas Gajah Mada (UGM), yang enggak (belum) pinter akuntansi :p. Terus gimana dong, gak pinter akuntansi tapi bisa sekolah jurusan akuntansi UGM? Yak, jawaban dia bisa masuk akuntansi UGM itu karena dia enggak diterima di Teknik Kimia UGM. Hehe,, v^_^ (Lagi pula kalo udah pinter akuntansi ngapain sekolah akuntansi?)



Flash back 6 tahun lalu, saat-saat dimana aku lagi bingung mau kuliah dimana. Waktu itu aku kelas 3 SMA bulan Januari 2007,  udah ada beberapa universitas yang buka ujian masuk lokal. Atas bujuk rayu sang pacar (labil ya?) yang sekarang sudah menjadi mantan, aku ikut Seleksi Penerimaan Mahasiswa UNNES (SPMU) karena dia juga ikut (biar enggak LDR ceritanya). Nah, tinggal bingung tuh mau pilih jurusan apa. Aku suka pelajaran Fisika dan sempet mikir jadi psikolog kayaknya enak. Udah mau milih kedua jurusan itu, eh si ibunda tercintah tiba-tiba nyelonong masuk kamar dan mergokin aku lagi ngisi formulir. “Guru fisika itu cuma ada di SMP sama SMA/SMK yang ada jurusan IPAnya. Lapangan kerjanya sempit. Kalo ambil psikologi, ntar kamu mau jadi apa?!!” (hampir tak jawab mau jadi ibu rumah tangga kayak sampeyan. *Hush, saru Del!). Akhirnya pilihan pertama yang tercantum di formulir adalah S1 Pendidikan MateMATIka dan pilihan kedua S1 Pendidikan Bahasa Inggris. Jadi, kenapa aku kuliah di jurusan pendidikan Bahasa Inggris? Yak, benar! Karena enggak diterima di jurusan pendidikan mateMATIka. Sumpah deh, sempet frustasi. Kemampuan berbahasaku tuh minim. Kalo tulisan sih, mending ya? (iya, nggak?) Tapi verbalku jelek. Sampai dijuluki “The Silent Girl” sama temen-temen karena aku pendiam. Soalnya kalo aku ngomong, suka belibet. Mikirnya lama, baru selese mikir, udah ganti topik. Ditambah habis putus pacar (o ya, mantanku itu ternyata enggak diterima di UNNES. Yes!!), terus pacaran lagi sih, tapi LDR! 2 tahun pula (terus putus lagi). Tapi nyatanya sekarang aku masih hidup. Bisa lulus dalam waktu 4 tahun. (Mungkin karena gak betah kuliah ya?). Bisa jadi guru (entah ya, kualitasnya :p). Sekarang, aku lagi mencoba berputar kembali. Atau lebih tepatnya memutar apa yang udah aku capai sekarang untuk aku gunakan sebagai jembatan mencapai apa yang aku inginkan dulu.

 
Untuk adikku, @AfrindaSwastika, bapak ibu memang seperti itu (seperti apa?). Kamu mending, dulu boleh sekolah di SMA yang kamu suka. Boleh kuliah di Jogja. (Dulu aku sempet gak boleh kuliah selain di UNSOED –Universitas Jendral Soedirman). Nanti bakal ketemu jalannya kok! (Walaupun sampai sekarang aku juga belum nemu jalanku sih..) -,-a
For your information ya, sista... Tapi jangan bilang ke bapak atau ibu. Kecuali kalo ditanya (gak mungkin ditanya sih..kecuali di akhirat). Dulu aku kan dipaksa sama bapak ibu ikut ujian masuk UNSOED. Aku emang ikut, tapi nggak aku isi lembar jawabnya. Saking penginnya jauh dari rumah. He,, Oh iya, jangan bilang Alya dulu sebelum dia masuk kuliah, takutnya ntar dia ikut-ikutan. Love you :-*

NB: makasih untuk mbak @andhinayyu sama mbak @nitnotneeta yang udah ngenalin aku sama Semarang. Seru! 

Dan untuk kamu. Iya, kamu. Selesaikan dulu apa yang ada di prioritas utamamu. Kamu selalu bisa berputar kembali dan aku akan selalu mendukungmu. Seperti katamu, jika kesempatan cuma sekali, maka tidak akan ada permainan monopoli di dunia ini ^_^

Thursday, January 24, 2013

Tentang Kita Itu Lebih Dari Tentang Kamu Dan Aku


12 Rabiul Awal, dua tahun yang lalu (1432 H), di depan kos cewek Annisa (padahal Annisa juga artinya cewek) kamu bertanya pelan, “...mau gak kamu jadi orang yang spesial buat aku?” Ironisnya sampai sekarang (12 Rabiul Awal 1434 H), pertanyaan itu belum juga aku jawab. Well, nggak dijawabpun kamu udah tau. Aku mau, dan tanpa aku (atau kamu) minta, kamu udah jadi spesial untukku.

Hmm, susah merangkai kata tentangmu Fu..
Advisorku soal mencari pasangan yang baik (@nitnotneeta senpai) bilang, kamu punya “sesuatu”. Awalnya aku penasaran, cowok item dengan mata agak sipit serta bulu hidung yang sering keluar ini selalu bikin aku ketawa. Walaupun sekarang setelah kamu ikutan komunitas lawak @StandUpIndoSMG dan peranakannya itu lucumu jadi agak kurang natural :p, tapi tetap kok penyumbang tawa terbesarku masih kamu. :D

Mengikuti saran aplikasi facebook jadul (yang kumpulan foto dijejer-jejer) “Be with those who make you smile, laugh as much as you breathe and love as long as you live” kemudian aku memilihmu, untuk jadi yang terakhir. Amin. (Kalo sampe kamu gak jadi yang terakhir juga, aku bakal minta dijodohin babeh aja <-- apakah ini yang dinamakan sumpah?).
Bukan berarti semua tentang kita itu guyon. Cuma kadang guyon sama kamu itu bikin lega, kadang solutif sama masalah, walaupun lebih banyak banyolnya. Tentang kita juga bukan cuma tentang makan, walaupun memang kebanyakan kencan kita dalam rangka mencari makanan “rekomendasian”. Tentang kita juga bukan cuma tentang LDR (Long Distance Relationship), walaupun selama 24 bulan ini kita LDRnya 12 bulan.
Tentang kita itu lebih dari tentang kamu dan aku.

Kamu, iya kamu. Yang punya kemeja lebih banyak dari T-shirt, yang kalo makan nasi dicampur sama lauknya dan mulai makan dari tengah piring, aku sayang kamu. Makasih untuk 2 tahun* yang begitu menyenangkan. Cepet lulus ya, kuliahnya. Aku nunggu kamu :-*


 *2 tahun = dalam hitungan hijriah