Tuesday, April 26, 2016

Bye Jingga

Aku mengenalnya sudah cukup lama. Belum bertemu memang, namun aku terlanjur sayang. Bernama Jingga. Sebab dia elok sewarna senja. Ia hangat dan juga tampak bijaksana.

Ia yang memelukku saat aku menangis meringkuk menahan sakit, ia juga yang ikut berbahagia hingga berurai air mata saat aku tertawa. Ialah sosok paling nyata ketika semua orang tak menampakan kehadirannya.

Aku mencintainya di sepanjang urat nadi dan di setiap hela nafas. Aku selalu menyebut namanya tanpa hitungan yang tak terbatas.

Lalu orang yang kupercaya membunuhnya begitu saja hanya karena tak tahan dengan celoteh mereka. Padahal dia tahu, pada Jingga semua doaku ada. Tak sebatas arti nama ataupun makna kata-kata. Selamat tinggal, anakku sayang..anakku malang.

-- Dua minggu berlalu dan aku masih merindukannya.

Tuesday, April 12, 2016

Tahun Pertama

Suamiku,

Mencintaimu itu tak tahu kapan awal dan di mana akhir, yang pasti mencintaimu belumlah berakhir. Setahun lamanya kita telah terikat takdir, yang menyatukan kita bagai pusaran kincir. Memang tak selalu tertawa, layaknya pagi yang kadang berduka. Bahkan saat menangis, aku mengingatnya seperti senja yang manis.

Mencintaimu itu tak sulit walau tak jarang terasa menghimpit. Di mana jarak, waktu dan kesibukan yang kait melilit sering membuat hati bak tergigit. Namun apalah guna langit jika tak ada ruang untuk tawa dan sakit. Sebab di dalamnya-lah bahagia kita terjahit.

Mencintaimu itu juga tentang maaf, yang jarang terucap di saat aku khilaf. Walau aku selalu membenarkan egoku, tak sekalipun maksud untuk meyalahi hatimu.

NB: Maaf, jika kamu tak sebahagia aku. Maaf, jika seandainya akulah yang meninggalkanmu lebih dulu. Maaf, jika aku tak bisa selalu menghiburmu. Sebab akan datang hari di mana aku  mempertaruhkan hidupku dan aku tak tahu apakah itu penyebab matiku. Ketahuilah, aku menyayangimu selalu dan mendoakan kebahagiaanmu. Bila ada tahun-tahun yang baru, aku ingin tetap berkali-kali mencintaimu.

Kecup dariku, istrimu