“Kalau kamu background
pendidikannya apa?” Tanya seorang petugas pencacah lain.
“Saya keguruan.”
“Guru apa?”
“Bahasa Inggris.”
“Wah, kalau saya guru sosial
(Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS). Jadi background saya sesuai dengan program
ini (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan dan digawangi oleh dinas
sosial -red).”
Entah saya yang kurang mengerti
atau memang taraf sikap sosial orang “kota” tersebut hanya sebatas pengetahuan
sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi dan rumpun ilmu sosial
lainnya. Sedikit flashback pada masa
ketika saya masih mendapatkan pelajaran IPS di sekolah. Saya tidak (belum)
sampai diajari bagaimana saya bisa membantu lingkungan sosial melalui sikap
sosial yang seharusnya saya miliki. Menurut saya, sikap sosial lebih kepada hal-hal
yang seseorang lakukan terhadap lingkungannya dan hal tersebut tentunya membawa
efek yang positif. Hal-hal tersebut bisa berupa, tindakan, pemikiran bahkan
bisa berupa perasaan. Jadi, sikap sosial bisa dirasakan dan dilakukan oleh
semua orang tanpa memandang latar belakang pendidikannya.
Saya akui, yang saat ini saya
lakukan hanya sebatas “mencari kegiatan berbayar agar saya tidak bosan dengan
rutinitas menunggu suami pulang”.
Tulisan ini juga dibuat bukan oleh seseorang yang sudah sangat
“sosialis” namun setidaknya mengerti mengapa ada Dinas Sosial tetapi tidak ada
Dinas Bahasa maupun Dinas IPA.
NB: Semoga lain kali tidak
dipertemukan dengan ibu-ibu sosialita
yang mengatakan bahwa pekerjaan saya tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan saya, karena saya tidak se-sosial mereka.