Wednesday, November 25, 2015

Trimester Pertama

Hamil dan punya anak sepertinya menjadi salah satu dari jawaban atas sekian banyak pertanyaan kehidupan.  Setelah kita berhasil menjawab pertanyaan "Kapan nikah?" maka kita juga harus bersiap untuk menjawab pertanyaan selanjutnya.

Ngomong-ngomong tentang hamil, tiap ibu pasti mempunyai cerita masing-masing walaupun sedikit banyak mempunyai beberapa kesamaan. I also have mine.

Pada dasarnya, trimester pertama yang saya alami sungguh merupakan suatu penderitaan.
1. Pusing, mual dan muntah
Rasanya seperti masuk angin setiap hari. Ada yang bilang hal tersebut lumrah karena hormon. Hormon atau bukan, saya tidak suka ketiganya.

2. Sembelit
Karena muntah yang berlebihan, dokter kandungan saya memberikan obat anti mual. Ternyata efek samping yang ditimbulkan adalah sembelit. Sembelit ini bisa sampai 4 hari dan ugh, sama tidak enaknya dengan muntah. Jadi, pilihannya antara bisa masuk lewat atas tapi nggak bisa keluar lewat bawah dan gak bisa masuk lewat atas tapi bisa keluar lewat bawah. Simalakama banget kan? Aku akali dengan 2 hari bisa makan 1 hari berikutnya bisa pup. Demikian seterusnya.

3. Lebih sensitif sama suara
Sepertinya hal ini berlangsung terus selama kehamilan. Bertambahlah penderitaan bilamana tetangga sedang hajatan, anak muda dengan knalpot alay lewat depan rumah atau suami gila tv malam-malam.

4. Lebih sensitif sama bau
Hampir semua bau saya tidak suka, kecuali bau hujan sama bau pengharum baju merk "rapika" yang warna biru.

Pokoknya entah dosa apa yang telah saya perbuat, trimester pertama itu makan tak enak dan tidur tak nyenyak. Saran untuk anak saya kelak, jika kamu lelaki, gantikan istrimu yang sedang hamil terutama dalam hal mencuci piring, membuang sampah, dan memasak atau paling tidak belikan makanan siap makan untuk istrimu 3 kali sehari setiap harinya. Entah dimakan atau tidak, sediakan saja. Syukur jika bisa kau penuhi makanan permintaan istrimu. Jika kamu perempuan, saran ibu Nak...jangan tinggal jauh dari orang-orang yang bersedia menyediakan segala keperluanmu atau kau akan M-E-N-D-E-R-I-T-A   S-E-N-D-I-R-I-A-N.

Sekian, sampai jumpa di trimester berikutnya. Aamiin.

Wednesday, October 28, 2015

Sudut Pandang

"Seorang suami mengecup pelan kening istrinya yang masih tertidur setelah ia meletakkan nampan yang berisi segelas susu hangat dan setangkup roti bakar di samping tempat tidur istrinya. Lalu sambil berjingkat, dia beranjak pergi."

Tulisan seperti itu dipost-kan di laman jejaring sosial. Banyak komentar yang bermunculan baik yang positif maupun negatif. Seperti,
"Ih, suaminya so sweet banget..."
Namun ada juga yang berpendapat
"Ih, dasar istri pemalas!"

Banyak dari kita berkomentar tanpa paham bagaimana keadaan yang sebenarnya. Misal, apa alasan si istri masih tertidur.  Apakah dia sakit? Atau habis begadang semalaman? Ataukah dia benar-benar pemalas? Lalu, soal kepergian suaminya. Apakah sang suami pergi untuk bekerja atau malah berkencan dengan wanita lain.

Who knows?

Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan.

Wednesday, August 5, 2015

Sekolah bagus itu seperti apa?

Baru-baru ini saya mengikuti serial anime dan manga yang berjudul Shokugeki No Souma. Setting ceritanya di dalam lingkungan sekolah memasak. Bisa ditebak sudah pasti tema cerita juga seputar masak memasak. Alurnya cepat, menarik diikuti dan selalu membuat penasaran akan kelanjutan ceritanya. Namun bukan itu saja yang ada di dalam pikiranku.



Tersebutlah sekolah Totsuki, sekolah memasak terbaik di Jepang, bahkan di dunia. Di dalam sekolah tersebut terdapat aturan hanya murid yang terbaik dan berpotensi besarlah yang bisa lulus. Kepala sekolah menegaskan dalam pidato penyambutan siswa baru bahwa kurang 10% dari total siswa yang bisa lulus. Mereka akan diadu, saling berbenturan dan mengasah bakat mereka masing-masing. Dan memang, lulusan dari sekolah tersebut bisa dipastikan menjadi koki dan pemilik restoran yang hebat.

Hal ini menggelitik, terlepas Totsuki adalah sekolah khusus (vokasi) sehingga lulusannya perlu daya jual yang tinggi, tetapi tidak dapat dipungkiri pemikiran tersebut ada benarnya. Ironi memang ketika saya melihat masih banyak (atau hampir semua) sekolah membuat sistem yang memaksa guru-gurunya untuk mengatrol nilai siswa dan meluluskan semua siswanya. Dengan dalih sekolah yang bagus dan hebat adalah sekolah yang bisa meluluskan semua siswanya dengan nilai di atas batas tuntas. Jika itu memang benar adanya, maka akan bagus hasilnya. Namun, jika hanya efek pemaksaan nama baik sekolah dan kurikulum saya rasa hasilnya akan sia-sia. (kurikulum 2013 mewajibkan siswa untuk lulus batas tuntas). Wallohu a'lam.

Mungkin paradigmanya yang perlu diubah, atau pemikiran saya ini hanyalah sampah. Perwujudannya hanya akan menambah masalah karena semakin banyak orang yang tak punya ijazah.

Well, bagaimana sekolah yang bagus menurut kalian?

NB: warning aja sih, Shokugeki No Souma itu banyak "echi"nya, tapi ceritanya baguslah. 

Thursday, July 2, 2015

Perbedaan


Saya tumbuh dan tinggal dalam lingkungan yang heterogen terutama dalam hal beragama. Keluarga besar saya hampir semuanya beragama islam dan seperti yang sudah disabdakan nabi Muhammad, islam saja bermacam-macam ragamnya. Muhammadiyah, salafiyah, nahdatul ulama, wahabi, nasionalis, liberalis dan lain sebagainya. Tidak lagi mengherankan ketika hari raya, keluarga kami bisa mengadakan 2 bahkan 3 kloter silaturahim karena perbedaan perhitungan bulan. Tidak lagi mengejutkan ketika seorang saudara yang istiqomah dengan penutup wajahnya menepuk tangan saya ketika kami makan soto ayam bersama karena saya meniup makanan yang hendak saya lahap. Hal seperti terus berlanjut hingga saya kuliah bahkan menikah. Saya pernah ditolak ikut pengajian di masjid kampus karena saya dan penyelenggara “dianggap” mempunyai harakah yang berbeda. Juga mengenai hal pertama yang ditanyakan calon ibu mertua saya ketika datang melamar adalah apa weton saya. Sayapun sedikit terbiasa dengan saudara yang menikah beda agama. Bukan berarti saya sepaham dengan mereka yang seolah-olah mengatasnamakan cinta adalah segala-galanya, tidak. Namun keadaan seperti itu tidak mengubah hubungan kekerabatan dan perasaan personal saya terhadap orang-orang tersebut. Saya merasa tidak pantas mengatakan mereka salah dan saya yang benar. Sayapun tidak sampai hati menghujat dan menjauhi mereka.


Belakangan muncul fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) dengan disahkannya pernikahan sesame jenis di Amrik sana. Pendapat saya? Jelas saya tidak sepaham dengan mereka. Hati nurani saya terganggu dan saya sungguh berharap LGBT itu jangan sampai ada apalagi hingga dianggap sah. Tetapi perlukah saya menghujat, memaki, menggunakan bahasa kotor untuk menyatakan ketidaksetujuan saya? Sekali lagi saya tidak sampai hati. Dan sayapun tidak suka dengan cacian yang ditujukan kepada mereka hampir sama tidak sukanya dengan LGBT itu sendiri. Saya yakin dibalik pengesahan undang-undang itu ada perjuangan yang luar biasa dari “penderita” LGBT  tersebut. Lantas mengapa mereka berjuang? Karena mereka merasa terkucilkan. Mereka bukannya diberi uluran tangan untuk disembuhkan tetapi mereka dicaci, dihina, bahkan mungkin mengalami kekerasan dari orang-orang yang merasa dirinya lebih baik dari binatang dalam hal orientasi seksual. Bukankah nabi Luth tidak mencaci dan menghina bangsa Sodom? Mengapa tidak kita doakan saja mereka? Semoga mereka yang “sakit” ini dapat menemukan jalan kebenaran. Biarlah Tuhan yang memutuskan dengan segala kuasaNya, apakah hidayah ataukah azab bagi mereka.

Wednesday, June 10, 2015

Sosial-ita


Ceritanya saya sudah diterima bekerja sebagai petugas pencacah masyarakat golongan sangat miskin di sebuah kecamatan di kota T. Nantinya, rumah tangga sangat miskin (RTSM) tersebut akan diberi bantuan dana oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan mereka di bidang pendidikan dan kesehatan. Tempo hari, kami mengadakan rapat koordiasi (Rakor) bersama para jajaran SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Di tengah rakor tersebut, terjadi percakapan yang cukup menggelitik.

“Kalau kamu background pendidikannya apa?” Tanya seorang petugas pencacah lain.

“Saya keguruan.”

“Guru apa?”

“Bahasa Inggris.”

“Wah, kalau saya guru sosial (Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS). Jadi background saya sesuai dengan program ini (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan dan digawangi oleh dinas sosial -red).”

Entah saya yang kurang mengerti atau memang taraf sikap sosial orang “kota” tersebut hanya sebatas pengetahuan sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi dan rumpun ilmu sosial lainnya. Sedikit flashback pada masa ketika saya masih mendapatkan pelajaran IPS di sekolah. Saya tidak (belum) sampai diajari bagaimana saya bisa membantu lingkungan sosial melalui sikap sosial yang seharusnya saya miliki. Menurut saya, sikap sosial lebih kepada hal-hal yang seseorang lakukan terhadap lingkungannya dan hal tersebut tentunya membawa efek yang positif. Hal-hal tersebut bisa berupa, tindakan, pemikiran bahkan bisa berupa perasaan. Jadi, sikap sosial bisa dirasakan dan dilakukan oleh semua orang tanpa memandang latar belakang pendidikannya.

Saya akui, yang saat ini saya lakukan hanya sebatas “mencari kegiatan berbayar agar saya tidak bosan dengan rutinitas menunggu suami pulang”.  Tulisan ini juga dibuat bukan oleh seseorang yang sudah sangat “sosialis” namun setidaknya mengerti mengapa ada Dinas Sosial tetapi tidak ada Dinas Bahasa maupun Dinas IPA.


NB: Semoga lain kali tidak dipertemukan dengan ibu-ibu sosialita yang mengatakan bahwa pekerjaan saya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan saya, karena saya tidak se-sosial mereka. 

Wednesday, April 22, 2015

Kala Subuh Membasuh

“Saya terima nikah dan kawinnya Adelina Eka Shafetsila binti Bapak Adi Susilo untuk saya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat sekian gram dibayar tunai.”

seperangkat alat sholat

Kalian bertanya bagaimana rasanya? Semua rasa bercampur. Yang pasti aku tak bisa lagi mudur. Aku terjun bebas, berlari lepas , terasa kebas. Aku tak lagi sendiri, ada kamu di depanku berdiri. Di kemudian hari kamulah yang selalu bangun lebih dini. Mengecupku ringan dan menuntunku sebagai imam.  Hanya dengan segelas teh manis dan bau pagi yang gerimis, kamu mengajarkanku bersyukur tiada habis. Aku senang melihatmu saat fajar mulai biru. Aku bahagia mengikutimu, berdiri di belakangmu. Hal seperti ini yang belum pernah aku temui. Semoga tetap bertahan hingga kita tua nanti, bahkan semoga sampai kita berdua mati.


Backsong: God Bless the Broken Road – Rascal Flatts

Sunday, April 19, 2015

Hari Ketika Aku Paling Mencintaimu

12 April 2015

Akan tiba suatu hari bilamana pagi, kitalah embunnya. Bilamana  fajar, kitalah sang surya. Pagi terindah sepanjang hidup saat mentari masih redup hingga terang sepertinya gugup. Gugup menjelma degup yang mengusik menggelitik merayu nafas yang resah membisik. Saat terang mulai bersemu, lalu detik menit bukan lagi waktu. Kita bertemu tidak lagi di dalam ragu, tidak lagi merasa malu sebab kita telah menjadi satu.

Aku ingat saat kau menatapku lekat ketika aku datang mendekat. Kukalungkan untaian melati sebagai tanda bakti yang suci lagi wangi. Di depan para saksi, kita sah terikat janji. Kau mungkin tak mengerti bahwa tatapanmu berisi jawaban yang aku nanti: Iya, akulah sang pelangi selepas hujan dan menjadi  garis perakmu di tepian awan.  Aku yang akan menyayangi dari rambut hingga ujung kaki. Dan aku pulalah yang akan melindungi, mengobati, serta mencintaimu sampai mati.

Kemudian kita bergandeng tangan mengeja masa depan untuk meraih angan-angan. Aku mencintaimu dan aku yakin demikian pula denganmu mencintaiku tanpa ragu.


Lalu senja. Apa yang bisa aku katakan tentangnya? Kata sepertinya tak lagi mampu bicara. Jingga terindah yang tenggelam di hamparan sawah. Dalam senja itu kitalah yang bersemu membias merah.

Monday, March 23, 2015

Selamat Menempuh Jalan Bahagia

Hubungan sebelum ijab-qobul disebut zina, dan disebut ibadah jika sesudahnya.

Akad Nikah Vito (Sorosutan, 22 Maret 2015)

Ijab-qobul memang hanya akad yang diucapkan sembari dua tangan saling berjabat. Tapi hanya cinta yang pekat yang sanggup untuk memikul beban sedemikian berat. Disaksikan oleh para malaikat dan atas ridha Tuhan yang Maha Dekat, serta langit bergoncang hebat saat dua insan itu saling terikat. Semesta turut memintakan berkat selama kedua mempelai tetap taat, jangan sampai mereka tersesat terlebih hingga dilaknat. 

Bahagia itu bisa berbentuk tawa maupun air mata. Sempurna di awal lalu meledak dalam jutaan kristal. Lambat laun bahagia bukan lagi ledakan namun perasaan tenang yang bisa satu sama lain berikan. Bagaimana keduanya melebur, sedikit memaksakan egonya untuk membaur. Membangun impian memang tidak semudah khayalan. Satu demi satu benang dibuat susunan, walau belakang berantakan namun terpampang indah di bagian depan. Karena manusia harus maju, tak terikat masa lalu . Kita hanya berilusi waktu, yang seolah-olah menjadikan kita sebagai pelaku. 

Menjawab tantangan bahagia kita harus melewati rentetan tangis duka lara. Dan sekali lagi, karena kita manusia, hanya doa dan usaha kunciya menghamba. 

Backsong : All of Me --- John Legend

Thursday, March 19, 2015

Mamah

http://www.kaskus.co.id/thread/549bb862a1cb1792038b4572/siluet-kayu-jati-belanda/




Mah, putramu telah memilihku untuk menjadi putrimu yang lain. Menjadi bagian dari keluarga yang bukan sekedar main-main. Dia menawarkan sepotong senja  yang merah jingga, membuatku berseri manja bahagia tak terhingga. Aku dipertemukan dengan perempuan yang di bawah kakinya surgaku aku letakan. Seorang wanita luar biasa yang sungguh telah berjasa. 

Mah, ada banyak hal yang ingin aku pintakan. Aku butuh berbagai macam ajaran. Aku ingin belajar bagaimana pakaian putramu dilipat, bagaimana masakanmu bisa sedemikan lezat, hingga bagaimana menghadapinya ketika kami sedang berselisih pendapat. 

Mah, janganlah engkau khawatir. Untuk mencintai putramu cintaku cukup tangguh untuk melalui pahit dan getir. Walaupun aku cukup merepotkan dengan selera makanku yang terkadang membuat kewalahan. Terimakasih telah merestui kami dalam ikatan pernikahan serta mengizinkan kata “kami” mempunyai masa depan. 

Aku --- kami, akan berjuang untuk saling membahagiakan meskipun sedikit omelan tak akan mungkin dapat terelakan dan beberapa candaan yang sedikit kelewatan. Mah, semoga kedatanganku bisa menjadi bagian dari bahagiamu, tidak berakibat resahmu apalagi susahmu. Sebagai ibuku yang baru, selalu kuharapkan ridhamu.

Friday, March 13, 2015

Bersama Doa

Jika akhirnya kamu tidak bersama dengan orang yang sering kau sebut dalam doamu, mungkin kamu akan dibersamakan dengan orang yang diam-diam mendoakanmu
 --- seseorang

Jumat tanggal tiga belas dan luka itu masih cukup jelas membekas. Satu bulan menuju hari bahagiaku dimana aku akan tertawa sampai kaku, sampai hilang semua ragu. Aku mulai berbenah, berusaha membuat kamarku tampak berubah, mencoba menyingkirkan beberapa benda yang masih juga membuatku resah, terutama mengelap noda darah dari hatiku yang pernah terluka parah. Tempo hari kau bertanya apa yang kupinta, apa yang bisa kau bawa, dan aku yakin kau sanggup membawakanku semesta. Namun tahukah kau, aku terlalu takut untuk meminta sebab aku sedang belajar untuk mencinta. Aku takut tak bisa menolakmu dengan segala pesona pembawa bahagia. Oh, aku akan berbahagia walau orang mungkin tak percaya bahwa aku sanggup bahagia --- dengan cara membuat luka.

Satu tahun kita bersama dan aku mulai berdoa. Satu tahun kita mengambil tempat yang berbeda dan aku tetap berdoa. Satu tahun kita kembali berjumpa dan aku masih berdoa. Satu tahun kita berpisah, sebuah doa lain menjemputku bersamanya. Aku akan mulai membalas doanya, mencintanya dan berbahagia serta membahagiakannya. Untukmu, semoga segera kau temukan tempatmu.

Sudah saatnya tiba aku berhenti bercerita tentang lalunya masa, mencoba berkisah tentang cinta yang fitrah serta cita-cita yang indah.

Terimakasih atas kisah kasih seorang kekasih, semoga Tuhan selalu mengasihi. Aamiin.



Beruntunglah jika kamu dibersamakan dengan orang yang kau sebut namanya dalam doamu sekaligus diam-diam mendoakanmu.