Sunday, August 14, 2016

Diinan Umur Empat Bulan

Diinan umur empat bulan, sudah bisa tengkurap dan kembali membalik badan. Kami kerap tidur sambil berpelukan atau sekedar menggandeng tangan. Kini dia sudah hapal mana ibunya sehingga tak suka bersama orang yang asing baginya.

Diinan umur empat bulan, secara pribadi saya ingin berterima kasih padanya. Karenanya saya bisa merasakan menjadi manusia yang benar-benar dibutuhkan dan dicintai apa adanya. Betapa menjadi segalanya bagi seseorang ternyata begitu membahagiakan. Bukan sekedar teman atau sahabat yang butuh saat ada PR atau sedang ujian.

Tawa yang apa adanya. Sekedar membalas senyum tanpa sebab, tanpa mengapa. Mungkin sebentar lagi dia akan lebih dekat dengan ayahnya. Terpesona dengan mobil, playstation atau bola. Tak mengapa, memang sudah kodratnya. Asal dia bahagia.

Saya sebagai orang tua masih terus berbuat salah. Kamupun tumbuh dalam gelimang masalah. Semoga dengan seperti ini tak menjadikanmu anak yang lemah.

Suatu saat nanti, Nak.. Kamu akan mendewasa dengan begitu santunnya. Aamiin.

Wednesday, August 3, 2016

Cerita Lahiran

Eaaa..akhirnya cerita juga. Belum pernah cerita ke siapa-siapa lho.. Suami aja belum diceritain. Hahaha,, habis kesel sama dia! Kesel tapi cinta!  I'm that kind of women who blame the husband for everything.  kasihan yak, dia.. Kenapa kesel? Check it out!

Flashback agak jauh, aku adalah orang yang sangat benci muntah. Ada kali fobia muntah. Beruntungnya (atau sial), aku ngalamin morning sickness yang cukup parah. Nggak tahan bau-bauan apalagi bau nasi. Alhasil, nggak makan nasi. Terus makan apa? Makan pisang! Semoga bukan karena itu anakku seneng gelayutan sama emaknya. Berhubung bau nasi aja bikin mual, nggak mungkin dong aku masak. Nah, praharapun muncul. Boro-boro mijetin aku tiap kali muntah, dia ngomel karena aku gak pernah masak. Yak, kita marahan sampai morning sicknessku ilang. Untung aku punya teman-teman kerja yang sangat baik hati yang menyuplai gizi selama aku hamil. I love you, guys. Sejak saat itu, sambil meringkuk dipojokan (lebay), aku kapok hamil. Cukup 1 anak saja.

Mana cerita lahirannya?!! Oh iya, jengjengjeeeng...! Minggu ke 34, aku dipulangin ke rumah orangtua. (nyanyi: pulangkan saja aku pada ibuku...) Menjalani hari dengan makan banyak, tak terasa sudah minggu ke 39. Suatu pagi, aku merasakan sakit luar biasa di perut bagian bawah. Sumpah deh, gak bohong soal "luar biasa"nya. Lalu ngeflek cokelat gitu. Karena panik, semua orang panik, dibawalah aku ke UGD RS Pertamina Cilacap (RSPC). Eng..ing..eng...!! Cuma Braxton Hicks. Apa itu? Cek google deh yaa..

Sejak saat itu aku lebih waspada dan was-was. Gila, kontraksi palsu aja begitu sakitnya, apalagi kontraksi beneran. Tepat di minggu ke 40 pas HPL adalah jadwal periksa obgyn. Apa itu HPL? Apa itu obgyn? Cek google yaa.. Jadwal obgyn jam 2 siang. Kami berangkat jam 8 pagi karena kebetulan bapak ibu mau sekalian takziah. Aku punya firasat dari sehari sebelumnya kalo aku bakal lahiran hari itu. Makanya udah sekalian bawa tas serba serbi lahiran plus nyuruh si calon ayah untuk pulang dari kemarin (tapi si ayah gak percaya, jadi dia tetep kerja). Selama bapak ibu takziah, aku" dititipin" di rumah budhe.
Sedari berangkat, aku mulai ngerasa ada tendangan dari langit eh, dari dalem yang lebih keras daripada biasanya ke arah bawah. Tapi rasanya belum bisa dikatakan sakit. Cuma sedikit menegang saja. Aku cek, sensasi seperti itu muncul 15 menit sekali. Aku masih cuek. Masih bisa dibawa jalan-jalan. Jam 2 siang, kami ke RSPC. Aku sebagai pasien terakhir. Nunggu lama, masih tetep ada tendangan itu tiap 10-15 menit. Begitu giliran tiba, aku cerita ke dokter. Udah ngerasa sedikit kontraksi (kalo bisa disebut kontraksi, soalnya aku kan gak tau kontraksi beneran kayak apa). Kata dokter janin sudah turun panggul, tapi belum masuk proses persalinan. Kemungkinan 2-3 hari lagi. Oke, jam sudah pukul 5, kita pulang. Sampai rumah setengah 6, buru-buru shalat ashar. (ibu hamil macam apa yang shalatnya nelat? Jangan ditiru). Setelah shalat ashar, baca quran sebentar udah masuk waktu shalat maghrib dong. Lanjut shalat dengan sensasi yang masih sama.

Teng, selesai salam 2 kali, kerasa mules. Bukan kayak mau menstruasi, tapi kayak mau beol. Jam setengah 7 aku ke kamar ibu, bilang "mules nih". Ibu panik. Tapi gak sepanik minggu sebelumnya. Lanjut tiduran di situ, mulesnya ningkat..sakit..sakiitt..saakiiiitttt...pyuk! Kayak ada yang pecah. Keluarlah si air ketuban itu. Eh, habis itu gak kerasa sakit. Liat jam pul18.50. Bapak ibu makin panik. (tapi bapakku masih sempet mandi dulu). Aku masih bisa jalan ke mobil. Aku dibawa ke bidan terdekat supaya diperiksa barangkali kalo bukaan masih minim, mau lanjut RS biar gratis karena dicover asuransi. Hehehe,,(pernah periksa di bidan situ juga sih..sebagai alternatif barangkali terjadi apa-apa). Di tengah jalan aku muntah. Seumur-umur baru kali itu aku muntah sebanyak itu padahal belum makan.  *benci muntah

Singkat cerita, sesampainya di klinik bersalin si bidan, ada asisten bidan yang melakukan pemeriksaan dalam. Apa itu pemeriksaan dalam? Iyak betol! Tanya google. Ternyata sudah bukaan 8. Gak bisa dong lanjut perjalanan. Langsung deh, sama si bidan suruh miring kiri dulu selagi beliau dan asistennya siap-siap. Ada kali 3 atau 4 kali kontraksi "beneran" yang memang sakit. Tapi masih bisa diredam istighfar sih. Herannya, saat yang lain gemrobyos keringetan, aku justru kedinginan. Nggak lama, si bidan nyuruh telentang, ninggiin bantalku jadi setengah duduk, letakin tanganku supaya pegang paha terus siap-siap untuk ngejan. Eh, beneran ini bu..sekarang??!! Rasanya? Kaget. Kirain mau diinfus dulu atau digimanain. Nggak tahu juga ngejan harusnya gimana, apa kayak orang lagi sembelit? Dicoba saja. Ternyata susah. Bu bidan dan asistennya sih bilang "bagus..bagus..dikit lagi..tambah tenaganya..". Tapi percobaan pertama gagal. Kedua, keliatan rambutnya (kata bu bidan). Ketiga, rasanya panas (apanya yang panas? Tanya google? Itunya lah pokoknya) terus plutukplutuk OEEKK..OEEKKK... Jam 19.50
Nggak lama, setelah acara jahit menjahit (dapat dua jahitan), tahu-tahu si bayi udah cakep aja pas aku cium. Nggak belepotan kayak yang aku bayangin. Kulitnya putih pula. Lalu si bayi ditemplokin ke payudara, ehlangsung ngenyot tanpa diajarin. Whueeeladalaahh...dia pinter. Itu masih di ruang bersalin. 2 jam kemudian pindah ruang perawatan (cuma kamar sebelahnya doang). Gimana pindahnya? Gendong? Kursi roda? Kasurnya didorong? Salah! Saya jalan. Turun dari tempat tidur, jalan di atas kaki sendiri (sambil dipegangin sih), lalu naik lagi tempat tidur. Di situ aku ngerasa keren. Hahaha,, 
Esok paginya sudah boleh pulang. Sorenya si ayah cengar-cengir datang.
Taraaaa..
Fin.
NB: Aku KB IUD 10 tahun. Di ceritakan di lain kesempatan 