Wednesday, April 23, 2014

Surat untuk Pacar Baru

Salam sayang, 

Apa kabar Mas? Semoga Mas selalu sehat dan berbahagia. Ada yang ingin adik ceritakan Mas. Siang ini adik mendapat kiriman kaos yang pernah adik pesan sejak hampir dua bulan yang lalu. Sehelai kaos yang pasangannya ada pada seseorang yang dulu teramat adik sayang. Mas masih ingat lelaki yang dulu adik ceritakan dengan terbata-bata dan berlinang air mata? Lelaki yang pernah membuat adik melantur tentang waktu yang tidak lagi presisi linimasa-nya. Waktu itu, Mas mungkin sempat bingung bahkan jengkel karena tak tahu harus berbuat apa. Mas hanya bisa pasrah merelakan sapu tangan serta pundakmu sembari mengusap kepalaku dan tersenyum takut. Adik ingat betul samar-samar di antara isak adik sendiri, adik mendengar Mas berucap lembut:
"Sekarang saatnya mencoba untuk rela agar tak ada lagi sesalan. Sekarang saatnya belajar maaf agar tak ada lagi bara dendam. Namun kau tak perlu menjadi lupa, hanya perlu ikhlas menerima."

Sore itu gerimis. Tak ada binar senja yang memeluk kita. Hanya saja, semenjak itu aku melihat Mas dengan cara yang berbeda. Entah apa, entah bagaimana. 

Kini adik mulai terbiasa, mulai rela, dan mulai bisa menerima, seperti pintamu Mas. Dan jika takdir bersama kejenakaannya mempertemukan adik kembali dengan pemilik pasangan kaos itu, adik mohon doa-mu, agar adik sanggup untuk berkata dan meminta padanya:

Dulu aku mencintaimu dengan begitu kerasnya. Kau orang yang luar biasa baik, sabar dan penyayang. Kita pernah punya bahagia yang mungkin tak bisa aku lupakan. Dan bersamamu pula aku mengenal teman-teman yang begitu menyenangkan. Sungguh, engkau orang yang teramat baik. Jika tak keberatan, ada yang ingin aku pintakan. Kelak, saat mungkin kita bertemu kembali di pantai kita, saat itu mungkin kau sedang bermain bola dengan anak lelakimu dan aku sedang membuat istana pasir dengan puteri kecilku, kita bisa saling tatap dan bertukar senyum. Saat anak kita bertanya,"Siapa dia?" kita dapat sama-sama menjawab seraya berjabat tangan,"Dia seorang teman. Teman yang teramat baik."

Begitulah Mas, terima kasih atas kesediannya mendengarkan. Oh iya Mas, seandainya kamu, sapu tangan itu dan senyumanmu di sore yang gerimis lalu bukan hanya delusiku, aku akan sangat bahagia.


Yang kini mencintaimu dengan sepenuh hati,
-pacarmu yang baru-



Backsound: Let It Go by Indina Menzel


NB: terinspirasi dari #suratuntukmantan-nya @dedekintan dan surel-nya @ekolalutriono. Terimakasih. :)

Tuesday, April 22, 2014

Tentang Rindu

Tak peduli jatuh sedalam apa ataupun patah serusak bagaimana, hati pada dasarnya butuh untuk ditemani. Karena membutuhkan teman itulah, maka rindu bisa hadir. Dia mampu hadir di sela derai tawa maupun di dalam rinai air mata.

Kamu bertanya, "Bagaimana kabar rindumu? Apakah dia segemuk tahun lalu saat kau beri dia makan jarak sejengkal pulau? Ataukah kini dia kurus kering akibat vonis sakit yang tak bisa disembuhkan?"

Tidak, kataku. Rinduku sehat meskipun tak segemuk dulu. Dia jauh lebih tangguh walaupun sedikit linglung sebab tak tahu kepada siapa dia ditujukan. Hanya sebatas bayang-bayang samar akan seorang lelaki yang entah seperti apa wujud nyatanya. 
Sesekali dia bertanya padaku bagimana lelaki itu kelak. Apakah dia tampan, menyenangkan dan suka makan? Bagaimana genggaman tangannya? Apakah sehangat sarung tangan wol yang digosok penggaris plastik hingga mampu membuat rambut tanganku tegak berdiri? Bagaimana kecupannya? Apakah selembut dan semanis jus alpukat? 
Jawabku, jangan terlalu tinggi berkhayal. Mungkin lelaki itu hanya lelaki biasa, sebiasa-biasanya lelaki. Lelaki biasa dengan sepatu futsal atau gitar atau stick playstation-nya atau lelaki yang punya kebiasaan menebar kaos kaki bau serta handuk basah. 

Sepertinya rinduku tidak keberatan dengan itu, asalkan dia lelaki yang punya senyum manis yang tidak terbatas. Rindu bilang, dia menginginkan lelaki yang tetap tersenyum saat di hadapannya hanya ada nasi lembek dan tempe goreng asin yang sedikit gosong. Pemilik senyum yang dirindukan saat tak nampak dan menambah rindu saat dia tepat menatap.

Begitulah rinduku. Dia hadir saat aku butuh teman untuk menstabilkan emosi, untuk mengusap kepalaku saat lelah demikian mengacau dan untuk meredakan rasa takutku dalam menghadapi dunia yang tak lagi ramah.

https://www.flickr.com/photos/ropemonkey/3418110715/

Kemarilah Tuan, rinduku menantimu.

(backsound: Vanilla Twilight by Owl City)

Monday, April 7, 2014

Sesulit Itu

Aku kembali gagal. Untuk kesekian-kalinya aku tidak bisa bertahan. Tiga tahun tidak juga bisa membuat kami cukup kuat untuk tetap berjuang. Sesulit itukah?

Angan-anganku, dia adalah pangeran itu. Pangeran yang atas izin Tuhan menyelamatkanku, yang bisa aku cintai atas izin Tuhan pula. Sesulit itukah?

Lalu ada kamu, kalian. Mempesonaku dengan angan-angan yang sama. Angan-angan yang hingga kini masih juga berwujud angan. Bahkan, kita sendiri belum sanggup meyakininya, apalagi cukup berani untuk mewujudkannya. Sesulit itukah?

Selamat ulang tahun, Adelina. Jadilah gadis 24 tahun yang berbahagia dan membahagiakan. Yakinlah, bahagia tidak sesulit itu.


Backsound: https://soundcloud.com/adelina-shafetsila/hari-untukmu by: Hendra Bagus Pamungkas