Saturday, September 6, 2014

Seorang Guru


 

Selalu terbesit dalam hati saya ketika berhenti di persimpangan lampu merah, “akankah saya patuh ataukah kebiasaan buruk membuat saya kalah.” Saya seorang guru, dan sayalah orang yang seharusnya ditiru. Lalu saat tangan saya menggenggam sampah, akankah saya membuang pada tempatnya atau cuek melemparnya tak tentu arah. Karena saya seorang guru, dan sayalah orang yang tak pantas berbuat saru.

Saya sadar ternyata saya bukanlah mengajar siswa, tetapi sayalah yang belajar dari mereka. Saya belajar tentang perjuangan, tentang beragam indahnya “skenario” hidup garapan Tuhan. Suatu hari seorang siswi membentak saya ketika saya memaksa dia menyebutkan nama kecil ibunya. Masalah kecil, sekedar data peserta didik biasa, sebuah administrasi belaka. Namun tidak baginya. Dia tak pernah tahu, dan tak ada yang mau memberi tahu siapa sebetulnya sang ibu. Terlalu banyak sakit hati, terlalu banyak duri, yang lebih baik disimpan tanpa peduli perihal jati diri.

Di lain hari, seorang siswi mengeluh sakit pada pinggang sebelah kiri. Kami bicara pelan, kemudian terurai kisah tragis yang memilukan. Tentang pekerjaannya mencari uang, dari para pendatang yang masuk lewat pelabuhan. Para lelaki hidung belang, yang ingin sekedar mencari hiburan di kala senggang.  

Dan hari ini, saya tersentak kembali. Penyebabnya adalah seorang siswa lelaki yang begitu sering aku marahi sebab rambutnya panjang berponi. Berkali-kali dia selalu lari dan hanya meringis geli ketika dia berhasil membuat saya berteriak emosi. Lalu tadi, kami duduk saling berbagi. Dengan ancaman gunting di tangan kiri, dia berjanji akan memperbaiki diri esok hari. Dengan buku catatan pelanggaran siswa di tangan kanan, aku catat nama ayahnya untuk sasaran aduan. Namun katanya, ayahnya tak lagi ada. Bukan karena pergi tertutup nisan tetapi memang tak ada yang tahu di mana si ayah gerangan. Dia hanya tinggal bersama sang eyang karena ibunyapun sedang merantau di negeri seberang.

Guru itu belajar. Belajar tentang syukur dan sabar. Bukankah kunci hidup bahagia ada di keduanya? Dan guru itu mengajar. Mengajar berdasarkan apa yang sudah dia dapat dari prosesnya belajar. Bukankah hidup memang berputar begitu adanya?



-- Untuk Novian, pemilik cengiran tengil a la Monkey D Luffy, maafkan ibu sudah begitu sering memarahimu. Tetapi kamu memang begitu menyebalkan. XD