Wednesday, July 12, 2017

Keluarga

Baru aku sadari kemungkinan akar masalah keluargaku. Kami ini prematur. Suamiku dulu belum siap berkeluarga. Mungkin dulu dia merasa "terpaksa". Saat kami baru menikah, kami tinggal di tempat yang seharusnya hanya dihuni 1 orang, dan kini sampai anak kami hampir berusia 15 bulan kami menempati hunian yang seharusnya untuk 2 orang. Bagiku bukan soal huniannya, tapi sepertinya itu masalah baginya.

Dari awal, ternyata kami beda prinsip. Suamiku sangat mengutamakan materi. Menikah butuh dana sekian-sekian-sekian. Seserahan dan mas kawin bagiku hanya nominal yang toh sewaktu-waktu bisa kami gunakan bersama. Tidak baginya.

Oleh orangtuaku, uang seserahan diberikan padaku untuk biaya hidup merantau di awal menikah. Tadinya orangtuaku menyarankan mengontrak daripada tinggal di kos-kosan. Tapi suamiku berpendapat lain. Sayang kalo ngontrak, katanya. Membuka tabungan haji akhirnya jadi pilihan. Semoga ini menjadi lebih berkah. Lalu saat ingin kujual semua perhiasan-perhiasan yang seharusnya sudah jadi milikku, juga tak dibolehkan. Padahal bukan haknya melarang. Tapi aku tak mau ribut. Biarlah benda-benda itu entah apa gunanya.

Kini kami hidup (masih) terpisah. Suamiku mungkin romantis tapi ternyata bukan tipe family man yang mengutamakan keutuhan keluarga.  Lagi-lagi materi. Semoga ada perubahan.

Diinan, maafkan ibu. Ibu gak tau harus bagaimana. Bisa saja pemikiran ibu ini yang salah. Ah, entahlah.

#randomthought

No comments:

Post a Comment