Friday, October 7, 2016

Depresi

Di berbagai media massa sedang marak pemberitaan ibu yang membunuh anaknya karena depresi. Lalu tiba-tiba seliweran postingan mengenai post partum syndrome (PPS) di Facebook. Sayapun sebagai wanita baru tahu soal PPS ini belakangan. Apalagi bagi kaum pria? Mereka ngerti? Mungkin seribu satu. Lha, suami saya sendiri pernah saya bagikan link mengenai PPS dia males baca. Padahal, peran kaum pria terutama sebagai suami sangatlah besar terhadap stabilitas psikologis wanitanya.

Kembali kepada si ibu yang "jahat" itu. Setelah saya merasakan menjadi ibu, saya mungkin bisa sedikit merasakan "kemarahan" yang kadang bergejolak. Entah karena anak rewel, nggak doyan makan, berat badan kurang, sakit-sakitan, belum tumbuh rambut, digigit nyamuk dan masih banyak lagi. Boleh percaya boleh tidak, menjadi ibu adalah siap menjadi pesakitan/terdakwa/tersangka yang selalu disalahkan atas segala sesuatu yang terjadi pada anak. Perkara kuku anak yang sedikit panjang bisa muncul stigma "ibunya pemalas". Baju anak ada bekas getah pisang, ibu dicap "ibu yang jorok". Dan masih banyak lagi.

Lalu bagaimana solusinya jika memang sudah "kodrat"nya demikian? Saya rasa, seberapa bagus komunikasi dengan orang terdekat bisa menjadi salah satu solusi selain tawakal kepada yang kuasa tentunya. Misal, orang terdekatnya adalah suami. Bagaimana posisi suami bagi sang istri atau sebaliknya. Apakah suami hanya sekedar mesim ATM. Sekalinya di rumah, ia akan sibuk dengan gadgetnya? Atau sejenak bermain dengan anak a la kadarnya lalu ketika anak tidur ia kembali ke laptop? Apakah istri hanya perlu makan, tidur dan shopping yang cukup? Apakah istri tidak perlu diposisikan sebagai teman tersayang lagi?

Oh, saya tidak meng-generalisir. Ada suami yang peka, yang mau belajar memperbaiki diri. Ada juga istri yang kuat dan masih berpijak di bumi tulus ikhlas hanya mengharap balasan dari Tuhannya. Dan tentunya saya selalu berharap semoga semakin banyak keluarga harmonis, sakinah mawaddah dan rahmah sehingga tidak ada lagi anak tak berdosa menjadi korbannya.

NB: Tentu tulisan ini tak bisa mentah-mentah menjadi solusi. Hanya sebagai bentuk keprihatinan. Ibu-ibu di manapun berada, yang kuat yaa.. Kita kudu bakoh. Ini tak akan selamanya. Ingatlah senyum manis anak-anak kita.

No comments:

Post a Comment